BlueDesiro

Ketika mimpi diraut dan diasah, namun tiba-tiba patah, tenang saja.. masih ada kata 'CINTA' yang sudah kamu toreh disana, dikertas pilihanmu...

2 Musim

Sudah hampir 2 musim aku memilih menepi. Membiarkan riak air menghanyutkanmu pergi. Membiarkan angin meniupmu jauh. Membiarkan debu mengoyak jejak-jejakmu.

Kamu tetap berjalan dengan perahu kecilmu. Tangan-tanganmu masih mendayung dengan sinergis. Layarmu masih terkembang bebas. Dan pakaianmu pun masih sama, kelabu.

Aku menepi, berlari diatas kayu-kayu geladak perahu dan perlahan-lahan mengikuti kemana arah layarmu terkembang. Terengah-engah napasku pun kamu tidak tahu. Pakaianku masih sama, Floral dress yang katamu sudah lusuh. Tapi maafkan aku, rambutku sudah tidak sepanjang dulu ketika kamu memelukku dalam tidurmu.

Laut bergolak. Perahu kecilmu semakin cepat melaju. Angin meniup layarmu hingga nyaris robek. perahu kecilmu semakin jauh melesat. Dan aku semakin terengah-engah mengejarmu. Geladak kapal masih panjang, pikirku. Aku akan terus mengejarmu, bahkan hingga kulit-kulit kakiku terkelupas dan berdarah-darah. Aku masih tidak rela melepaskanmu.

Sudah 2 musim aku berlari. Tanpa penutup kepala, aku berlari dan terus menerobos hujan. Tanpa alas kaki, aku berlari dan terus menerobos kepulan debu. Aku masih tidak rela melepaskanmu.

Habis sudah sabarku. Kamu harus tahu apa yang aku pikirkan ketika aku memilih menepi. Harus aku teriakan sesaknya dada karena keputusanku.

Harus kamu tahu bahwa setiap kali aku memandangi serbuk sari yang berjatuhan diatas bunga-bunga, dan seketika itu mimpiku tentang kamu semakin mekar. Harus kamu tahu bahwa setiap kali aku memandangi langit, masih banyak awan-awan yang membentuk wajahmu. Harus kamu tahu bahwa setiap kali aku mendengar angin mendesau lembut dibelakang telinga, yang ku dengar adalah suaramu. Harus kamu tahu bahwa sudah 2 musim ini aku mati suri.

Ujung geladak sudah di depan mata. Tetapi aku masih belum bisa menjangkau mu. Apa lagi-lagi aku harus menunggu 2 musim berlalu tanpa arti?

0 komentar:

Posting Komentar