BlueDesiro

Ketika mimpi diraut dan diasah, namun tiba-tiba patah, tenang saja.. masih ada kata 'CINTA' yang sudah kamu toreh disana, dikertas pilihanmu...

Surat Bersegel

Surat ku kali ini tidak muluk-muluk. tidak penuh argumentasi yang memusingkan kepala. tidak penuh cela yang membabi buta. tidak penuh kata-kata puitis gombal murahan. tidak penuh pengharapan yang hanya angan. tidak penuh sanjungan memuja-muji. cukup ber-alenia-alenia yang jujur dan pasrah.

Surat ini mungkin tidak akan pernah masuk dalam kotak posmu. juga tidak akan pernah masuk dalam inbox di handphone atau e-mail mu. atau malah tidak akan pernah aku kirim.

Lihatlah sampul depannya. ada namamu disitu, Dheka Dwi Agusti N. ku tulisi dengan pena warna hitam. polos. karena memang itulah gambaran awal tentangmu.

Lihatlah sudut kanan atas sampul depannya. lihat perangkonya 5000 dengan gambar bunga-bunga putih yang jika bisa aku cium wanginya, pasti akan seperti wangimu yang sudah bisa aku cium dalam jarak 1 meter.

Lihatlah kertas yang aku isi dengan kalimat-kalimat panjang itu. bagus khan? berwarna biru persis dengan motif-motif di laptop aspire one biru mu.

Lihatlah isi surat itu :

"Kamu tahu denting piano yang paling nyaring? itu lah suara yang selalu terngiang ditelingaku ketika aku mengingatmu. kamu tahu senar biola yang paling jernih? itulah suara yang paling aku ingat ketika membayangkan raut wajahmu."

"Kamu tahu Winter Game? itulah instrumen pembuka yang selalu aku ingat ketika kamu pertama kali mengajarkan sastra padaku diatas rumput-rumput basah di depan Green house di pagi yang sedikit mendung. itulah kali pertama aku membuka diriku dengan tugas yang pernah kamu berikan padaku. itulah kali pertama kita menyanyikan lagu lama, "Bintang dilangit kerlip engkau disana.."

"Kamu tahu Fur Elise? itulah instrument yang coba kamu atur agar membuat aku dipandang semua mata di sekolah itu. sama terkenalnya dengan Fur Elise yang didengar semua orang diseluruh penjuru dunia. baru kamu yang meminta aku bernyanyi dihadapan semua orang di hari ulang tahun Ibu kita bersama."

"Kamu tahu Opening Twilight? itulah instrument yang selalu membayang dibenaku ketika kamu membacakan 'Selagi Kau Lelap' di jam ulangan dan hal itu lah yang hingga kini menginspirasiku."

"Kamu tahu Romance de Amor? itulah instrument yang melatari suasana ketika kamu ucapkan satu kata bagai mantra yang tertancap tepat ditengah-tengah pikiranku dan tidak dapat dilepas. kamu berkata, "Kamu lah calon penerus Dee". Penulis yang sama-sama menginspirasi hidup kita. sadar atau pun tidak, kata-kata mu adalah ujung tombak pengharapanku. ujung doa dalam setiap doa-doaku dan sembah sujudku. kata-kata itu lebih mujarab dibandingkan obat-obatan tradisional ataupun modern manapun. kata-kata itu bagiku adalah sebuah larik ungkapan cinta."

"Kamu tahu Romance on Violin? itulah Instrument yang membantuku mengungkapkan seluruh isi otakku tentangmu. instrument pengakhir dari segala instrument yang ada. instrument yang mengantarkan aku pada kalimat-kalimat akhir yang sanggup aku rangkai untuk menuangkan segala gagasan ide dari yang paling tersusun hingga terliar tentang kamu. instrument yang mengantarkan aku pada pengungkapan cintaku yang sepenuh hati kepadamu. instrument yang mengantarkan aku pada kelambu yang tersingkap dan memberikan gambaran berlembar-lembar kain sutra putih bersih menutup setiap sentinya dan membiarkan kamu berdiri ditengah-tengahnya sendirian. begitu anggun dan mempesona. namun ketika aku datang, kamu malah berbalik lalu pergi. ruangan itu lalu kosong. Instrument yang mengantarkan aku pada satu kata sulit yang tidak bisa aku ucapkan dengan polos."

"Maaf, aku tidak dapat mengekspresikan kata-kata itu. aku hanya minta tolong. dengarkan instrument terakhir itu, Romance on Violin. aku tidak sanggup menggambarkannya. itu terlalu rumit dan sulit diucapkan. maaf, Ibu.. aku tidak akan pernah bisa menyelesaikan surat ini.. hanya Ibu yang bisa."

Surat ini Bersegel.

0 komentar:

Posting Komentar